Assalamualaikum Wr. Wb
Salam Santri Romu, Siap Mendunia!
Santri saat ini masih di hantui stereotip sebagai “Orang Yang Hanya Punya Skill di bidang Agama Islam”. Sterotip ini agaknya memojokkan dan membelenggu diri santri setelah lulus dari Pondok Pesantren. Dalam dunia kerja pun, santri yang lulus dari Perguruan Tinggi Islam dan Pondok Pesantren pun masih memiliki peluang kecil masuk dalam dunia industri, manufaktur, IT dan profesi bergengsi lainnya.
Anggapan dan Stereotip ini tidaklah sepenuhnya benar. Perjalanan panjang bangsa ini sebenarnya tidak bisa lepas dari peran santri yang progresif membangun pembangunan Sumber Daya Manusia yang kompeten dan kompetitif di berbagai bidang. Banyak contoh dari Tokoh Nasional di bidang politik, hukum, IT dan industri seperti: Gus Dur, Mahfud MD, Fatharani Wafda, Hanif Dhakiri,AM Fachir dan M. Nassir. Itu merupakan sedikit contoh peran aktif santri dalam dunia profesional zaman ini.
Timbul pertanyaan menarik,
Bagaimana jika santri tidak punya “bakat”?
Bagaimana metode ilmiah yang tepat untuk membangun SDM terutama pondok pesantren?.
Bagaimana caranya santri dapat membangun keterampilan?
Pertanyaan di atas merupakan pertanyaan pentanyaan krusial bagi pengelola yayasan, tenaga pendidik dan para santri yang perlu di ungkap dan di teliti lebih lanjut. Pada kesempatan ini, Opini penulis merasa Pondok Pesantren dapat mengembangkan potensi santri yang dimiliki melalui tracking “Minat” (Selain Baca Artikel Apa itu Bakat? ) dan penerapan Deliberate Practice (Latihan yang disengaja).
Apa itu Minat? seberapa berpengaruh nya minat terhadap motivasi santri dalam belajar?.
Kita mulai dari pengertian “Minat” menurut KBBI kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu; gairah; keinginan. Sedangkan menurut Elizabeth B. Hurlock, bahwa interest are sources of motivation which drive people to do what they want to do when they are free to choose. When they see that something will benefit them, they became interested in it (minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan ketika mereka bebas memilih. Ketika mereka melihat bahwa sesuatu akan menguntungkan, mereka merasa berminat). Pendapat lain dari Muhibbin Syah menjelaskan bahwa minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu, gairah, keinginan. Selain itu, minat juga berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Slameto, minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Oleh sebab itu, ada juga yang mengartikan minat adalah perasaan senang atau tidak senang terhadap suatu objek. Misalnya minat siswa terhadap kegiatan drumband, kitab, Batsul Masail, Debat, Fotografi, Karya Ilmiah.
Dalam hal ini penulis memiliki kesimpulan bahwa Minat adalah kecenderungan jiwa terhadap sesuatu yang terdiri dari perasaan senang, perhatian, kesungguhan, adanya motif dan ketertarikan pada sesuatu yang kesemuanya berorientasi untuk mencapai suatu tujuan. Minat dalam terminologi selalu di kaitkan dengan bakat, terciptalah terminologi populer “Bakat & Minat”.
Namun, apa saja yang menjadi aspek dalam Minat. Aspek minat menurut Hurlock meliputi Aspek Kognitif, Aspek Afektif, dan Aspek Psikomotorik. Mari kita bahas sedikit tentang ketiga aspek inia.
a. Aspek Kognitif
Aspek ini menurut Chaplin, Kognitif merupakan sebuah konsep yang bersifat generik dimana meliputi seluruh bentuk pengenal, hal-hal yang termasuk antara kain mengamati, mempunyai prasangka, melihat, membayangkan, memperkirakan, memberikan, menduga, & menilai. Jika kita lihat hal-hal yang termuat pada kognitif sangat komplek.
b. Aspek Afektif
Menurut Sudjana, afektif adalah aspek yaitu berhubungan dengan sikap dan nilai. Sedangkan menurut David R. Krathwohl, afektif merupakan perilaku yang memberatkan perasaan, emosi, atau derajat tingkat penolakan atau penerimaan terhadap suatu objek. Secara umum pengertian afektif adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan sikap, watak, perilaku, emosi, minat, serta nilai yang terdapat pada diri individu. Aspek afektif digunakan untuk mengetahui perilaku dan sikap anak dalam segala interaksi selama masa menuntut ilmu di sekolah.
Aspek afektif masih erat kaitannya dengan kognitif, sehingga secara umum semakin tinggi tingkat kekuasaan kognitif seseorang, semakin mudah untuk memperkirakan perubahan perilakunya. Meski tidak selalu seperti itu kenyataan yang terjadi di lapangan.
c. Aspek Psikomotorik
Dalam buku Kajian Penelitian Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, yang ditulis oleh Suardi, pengertian psikomotorik adalah bagian dari penilaian yang mengukur keterampilan atau kemampuan fisik seseorang setelah menerima pembelajaran.Hasil belajar dalam ranah psikomotorik biasanya terlihat dalam bentuk tindakan nyata atau gerakan fisik yang dapat diamati.
Dengan memahami pengertian minat dan aspek – aspek minat ini dapat menjadi pedoman dalam memahami karakteristik santri di pondok pesantren. Tentu tidak bijaksana seorang pendidik, ustadz dan para khodimul Ilmi menggeneralisasi dan menyeregamkan kemampuan santri dalam kelas atau kelompok belajar. Padahal kita juga mengetahui “Minat dan Bakat” setiap santri itu beragam dan itu merupakan rahmad dari Allah untuk hambanya. Dengan membuat kelas kelompok minat & bakat dan mengetahui karakteristik individu santri, Pondok Pesantren di harapkan dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih spesifik dalam berberapa bidang dengan rumpun ilmu pengetahuan serupa dan minat bakat santri.
Bagaimana Cara mengetahui karakteristik Minat dari kecerdasan yang telah di Anugerah kan oleh Allah?
Salah satu mengetahui karakteristik santri secara sederhana dalam melakukan tes yang berkaitan dengan Kecerdasan Majemuk (Multiple intelligence) yang di ciptakan oleh Howard Gardner pada Tahun 1983. Terdapat 9 kecerdasan Majemuk Oleh santri secara individu yakni : Kecerdasan Verbal (Linguistik), Kecerdasan Logis (Matematika & Logika), Kecerdasan Spasial (Visual), Kecerdasan Kinestetik (Gerak Fisik), Kecerdasan Musikal, Kecerdasan Intrapersonal (Pemahaman Diri), Kecerdasan Interpersonal (Memahami Oranglain) , Kecerdasan Naturalis (Menelisik Alam) dan Kecerdasan Eksistensial (Pemaknaan Diri) . 9 Kecerdasan itu akan di tulis lebih lanjut oleh penulis pada Warta selanjutnya.
Apa tahapan setelah mengetahui karakteristik Kecerdasan Santri?
Apabila tenaga pendidik memahami karakteristik dan bentuk kecerdasan anak, maka pendekatan dalam metode belajar tentunya berbeda. Namun, setelah ada proses Clustering ( Pengelompokan data sesuai Kecerdasan) dan di tempat kan dalam kelas yang sama, maka bisa mempermudah seorang pendidik dalam menjalankan KBM secara mudah. Anak Verbal akan nyaman belajar dengan guru yang memiliki pengalaman, pengetahuan dan prestasi di bidang verbal. Anak Musikal akan mudah memahami pengajaran oleh guru musikal dan seterusnya. Namun, tidak dipungkiri juga terdapa santri juga memiliki presentasi 3 – 4 yang dominan dalam karakteristik kecerdasan majemuk ini. Individu yang mampu merata dalam kecerdasan majemuk ini nanti akan di kenal dengan istilah “Generalist” yang ahli dalam beberapa bidang. Sedangkan Lawan generalis adalah “Spesialist” seorang ahli dan terampil dalam satu bidang atau satu rumpun pengetahuan.
Apa Tujuan memahami teori ini bagi Pondok Pesantren, Lembaga Pendidikan, Guru dan Orangtua?
Ok, saya paham, Tulisan saya ini sangatlah panjang dan terkesan Teoritis, Abstrak dan bertele-tele. Namun, seperti itulah Pendidikan, kajian mendalam namun terkesan sulit dalam teori. Namun, yakinlah, Teori selalu di gunakan dalam pemecahan masalah dan dapat menjadi jalan mudah dalam melakukan perencanaan berkelanjutan baik tingkat Yayasan, Lembaga, Guru, Masyarakat, Orangtua dan Santri itu sendiri apalagi dalam konteks membangun generasi, tentu perlu riset dan menerapkan berbagai metode secara empiris yang efektif demi menjaga keutuhan dan eksistensi Pondok Pesantren Berbasis pendidikan Agama dan Modern sesuai kebutuhan zaman dalam peningkatan SDM di tengah keluarga dan masyarakat.
Apa Metode yang tepat terkait pelaksanaan teori ini?
Dalam langkah mempertajam Minat Santri agar menjadi ahli dan terampil. Pondok Pesantren dapat menerapkan metode Deliberate Practice (Latihan Yang Disengaja) metode ini didefinisikan oleh psikolog Anders Ericsson dan rekan-rekannya, Deliberate Practice adalah “aktivitas pelatihan individual yang dirancang khusus oleh pelatih atau guru untuk meningkatkan aspek-aspek tertentu dari kinerja individu melalui pengulangan dan penyempurnaan berturut-turut”.
(Doc : Kelas Life Skill: TIK/Informatika)
Deliberate Practice berfokus pada ambang batas keterampilan individu santri, menekankan latihan interaktif untuk perolehan keterampilan, bertujuan untuk mencapai tingkat upaya berkelanjutan yang lebih tinggi, dan menggunakan pekerjaan rumah untuk meningkatkan kemampuan klinis. Penelitian empiris menunjukkan bahwa Deliberate Practice dapat secara signifikan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pendidikan dan pelatihan psikoterapi (Goodyear & Rousmaniere, 2017 ; Rousmaniere, 2016 ; 2019 ).
(Doc : Kegiatan Kelas Life skill: English Club)
Deliberate Practice merupakan metode pengembangan keterampilan berbasis bukti. Para pelaku terbaik di berbagai bidang – termasuk kedokteran , musik , atletik , menulis , dan bisnis – menggunakan Deliberate Practice untuk memperoleh dan mempertahankan keahlian. Deliberate Practice melibatkan latihan dalam zona perkembangan proksimal seseorang, penilaian kinerja berkelanjutan, penetapan tujuan yang disesuaikan, dan bimbingan yang erat dengan umpan balik dari para ahli ( Ericsson & Pool, 2016 ).
(Doc : Pramuka)
Berapa lama santri bisa dikatakan terampil dalam mengasah “Minat” dengan Deliberate Practice?
Dalam hal ini, dapat menggunakan hukum 10.000 jam dalam mempelajari keterampilan, apabila santri dapat memenuhi target belajar dengan cara yang benar, kelas yang benar, ujian yang benar dalam kurun waktu tersebut. Santri dapat menjadi Ahli di bidang yang di tekuni. Aspek disiplin, fokus, berkelanjutan dan uji kemampuan menjadi aspek diri dan kunci Santri dalam membangun Minat menjadi keterampilan dan ahli di beberapa bidang yang ditekuninya.
Bagaimana dengan MA Raudhatul Mujawwidin?
Untuk saat ini MA Raudatul Mujawwidin cukup menerapkan Minat dan Deliberate Practice, walaupun bukan sekolah kejuruan yang notabene lebih spesifik menerapkan kemampuan hardskill santrinya.
(Dok: Organisasi IPNU)
Namun, MA Raudhatul Mujawwidin berupaya optimal dengan menciptakan beragam kelas dengan Bakat dan Minat Santri di dalamnya. Namun, dalam menerapkan 10.000 jam belajar menjadi ahli mungkin masih terbatas masalah penerapan kurikulum dengan metode Deliberate Practice dan saat inipun masih perlu kajian secara menyeluruh dan detail.
(Dok : Kelas Life Skill : Tata Busana)
Adapun progam dalam mengoptimalkan kemampuan diri santri dapat di bangun melalui event Gebyar Kreasi Santri unjuk karya santri di beragam kelas minat dan bakat, Bakti Sosial sebagai ajang implementasi ilmu di tengah masyarakat dan Festival Bakat Santri sebagai jalan untuk mentracking kemampuan diri santri Pondok Pesantren Raudlatul Mujawwidin dengan implementasi keterampilan menata acara oleh Santri Kelas 12 MA Raudhatul Mujawwidin. Walau FBS ini di kelola oleh santri MA Raudhatul Mujawwidin kelas 12 dengan peserta dari seluruh santri dari Lembaga terkecil RA, MI, MTS, SMP, SMA & MA sudah cukup baik bagi Santri dalam memetakan “Bakat & Minat” Santri PP. Raudhatul Mujawwidin ke tingkat lanjut di jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
(Dok : Kelas Life Skill : Hadroh)
Bagaimana dengan Kegiatan Harian Di PP. Romu?
Penulis sangat tertarik dengan aktivitas mengaji yang dilakukan secara rutin oleh Tim Pengelola Qiro’ati. Penulis berpendapat, penerapan Minat dan Deliberate Practice terbaik dan terkonsisten yang ada pada program rutinan Ngaji Qiro’ Ati. Setiap Hari, dalam 2 Waktu penting (Subuh & Magrib) membuat santri terampil apabila kedisiplinan dan keuletan individu santri, pemenuhan hukum 10.000 Jam upaya jelas ini dapat menjadikan santri yang ahli Qiro’ati pun dapat terpenuhi. Pujian besar dari penulis untuk Tim Pengelola Qiro’ati dalam implementasi, konsistensi dan pengendalian jadwal yang ketat dan baik, Terbukti Keterampilan Membaca Alquran ber basis Qiro’ati Santri Romu menconvert menjadi santri yang ahli dan menguasai skill tersebut.
Lalu, Program Tahfid sangatlah jelas, ini adalah program yang paling penuh ujian, pengulangan dan kedisiplinan tingkat tinggi yang langsung di Awasi oleh Ketua Yayasan beliau KH. Anshor Wijaya Albadawi Al Hafidz. Pemenuhan 10.000 Jam sudah pasti terlewati oleh Santri yang mengikuti program ini. Deliberate Practice & Penguatan Minat bisa di katankan sangan memuaskan.
Bagaimana tantangan dalam menerapkan metode ini?
Hambatan, berupa kebijakan, fasilitas dan anggaran, adalah hal teknis nan pelik apabila di telisik lebih dalam. Tentu capaiannya maksimal dengan metode ini dalam saat ini belum dapat tercapai. Selain itu, perlu pengawasan kompetensi pendidik, manajerial dan program dengan ketat dapat menjadi langkah awal dalam menerapkan metode ini. Tentu, perlu waktu yang berkelanjutan, sabar, disiplin dan jelas selalu menguji setiap kebijakan dan program secara mikro hingga makro di Lembaga MA Raudhatul Mujawwidin. Namun, penulis yakin, dengan semangat membangun Santri MA Raudhatul Mujawwidin dengan gigih. Maka usaha tak mengkhianati hasil, terbukti dalam kurun waktu 1 dekade ini, MA Raudhatul Mujawwidin bersaing baik tingkat Provinsi, Nasional hingga Internasional. Dengan banyaknya Santri yang tersebar di seluruh Indonesia dan Dunia, cukup rasanya mengatakan MA Romu sedikit lebih baik dalam menjalankan program.
Namun, pertanyaan spesifik? MA Romu yang memiliki 3 Jurusan pokok pada kurikulum – 13, sudahkah mencapai titik 10.000 jam target Deliberate Practice? MA Romu Sudahkah dapat mengenali karakter santrinya dalam kecerdasan majemuk? Sudahkah MA Romu memahami Bakat & Minat santrinya? Jawaban nya cukup baik, sebab Lembaga ini telah berupaya mengontrol keterampilan primer santri yang ahli di bidang Akademik & Agama Islam , membina Keterampilan Hidup dalam kelas Life skillnya, mempertajam dengan kelas Bakat & Minatnya. Program yang di buat dan di laksanakan ini, jelas menjadi langkah awal menuju Santri Romu yang progresif dengan skillset kompetitif dan kompeten hingga melanjutkan pendidikan lebih lanjut.
Harapan penuh penulis, semoga Teori tentang Minat, Kecerdasan Majemuk & Praktik Deliberate Practice dapat di terapkan di PP. Raudhatul Mujawwidin, terkhusus MA Raudhatul Mujawwidin, agar dapat berpartisipasi menyiapkan dan menghasilkan Santri yang Terampil di dunia & di akhirat.
Penulis mengucapkan terimakasih dan meminta maaf tentang opini ini, jika masih banyak kekurangan, namun, semoga tulisan ini bermanfaat untuk pembaca. Aaamiiin
Salam Santri Romu, Siap Mendunian!
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis : Aldion Visryaldi S.I.Kom
0 Komentar